Sunday, May 13, 2012

K E J A W E N

Judul : JAWA DAN KEJAWEN
Tulisan: Prof Dr Damarjati Supajar
ditulis ulang bersambung oleh mbah gatho

LETAK GEOGRAFIS:
1. Jawa adalah nama sebuah pulau di Indonesia yang terletak pada kordinat antara 6 derajat LU - 11 derajat LS dan 95 -141 BT
2 P Jawa sendiri berada di kordinat 5 - 10 derajat LU dan 105 - 105 BT

SUKU JAWA DAN WILAYAHNYA
3. Orang Jawa adalah orang-orang yang secara keturunan menggunakan bahasa Jawa sehari-hari dan bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau di tempat lain retapi berasal dari daerah itu.
4. Orang Sunda, Banten, Badui Betawi tidak termasuk suku Jawa.
5. Orang Jawa asli pada mulanya adalah mereka yang tinggal di wilayah pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Jogjakarta, Surakarta, Kedu, Banyumas, Kediri dan Malang dan merekalah yang dikelompokkan sebagai orang-orang yang mengikuti secara patuh adat dan tradisi Jawa dan bisa dikatakan paham Kejawen.
6. Sedang mereka yang hidup di wilayah pantai disebut kelompok Pesisiran yang terbagi dua wilayah yaitu Pasisiran Utara meliputi : Cirebon, Tegal, Pemalang, Semarang, Tuban Surabaya. Sedang Pesisiran Selatan meliputi wilayah ujung timur P Jawa yaitu Bangil, Pasuruhan, Probolinggo, Situbondo sampai Banyuwangi.
7. Wilayah Yogyakarta dan Surakarta merupakan pusat Kebudayaan Jawa yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kerajaan Mataran Kuno (Hindu-Budha) maupun Mataram Islam.

IKATAN MASYARAKAT DAN WATAKNYA
8. Yang disebut masyarakat orang Jawa adalah masyarakat KEKELUARGAAN dalam arti bahwa ikatan mereka berdasar tradisi dan sejarah bukan semata-mata karena kesamaan wilayah. catatan: Jawa secara semangat spiritual adalah semangat Nusantara dimana kebesaran Nusantara dulunya berpusat di P Jawa.
9. Terjadinya perubahan-perubahan politik nasional, faktor agama yang dipolitisir dengan arus dana dari luar dan mekarnya aliran-aliran politik parsial menggeser ikatan-ikatan tradisional Jawa serta menggoyahkan kerukunan dan kekompakan orang jawa yang secara luas juga berarti Nusantara.
10. Goncangan seperti itu sering memakan jiwa dan harta di bumi Kejawen yang tidak harus terjadi bagi masyarakat JAWA dan mestinya meliputi wilayah Nusantara yang mempunyai karakter ketimuran seperti masyarakat di Jawa.
11. Karena proses "DEJAVANISASI' ( lawan "JAWANISASI" ) yang begitu kuat dan dengan menghalalkan segala cara, menerpa masyarakat jawa kehilangan Jawa-nya ---WONG JAWA ILANG JAWANE-- tidak sedikit orang Jawa terlibat aksi teror di buminya sendiri dan tidak merasa salah membunuh saudaranya sendiri, menentang tradisi serta meremehkan kearifan leluhur dan menganggap bahwa tradisi leluhur itu adalah GUGON TUHON, SYIRIK dll. tanpa mengetahui esensi serta kandungan artinya.
12, Menurut ramalan dan pitutur sesepuh hal itu memang harus terjadi sebab sudah diprediksi dari jaman dulu dimana hal ini merupakan pertanda akan datangnya bencana dan merupakan fase perubahan jaman untuk menata era baru yang damai. Bencana besar harus terjadi sebab manusia Jawa sudah berubah menjadi "MAKHLUK ASING' di buminya sendiri dan ibu pertiwi tidak mengenalnya lagi siapa mereka dan bumi pertiwi akan menolak orang-orang yang tidak punya hak akan bumi yang suci ini.

Bagian 2
K E J A W E N
12. Meskipun demikian perlu dipahami bahwa kekuatan - kekuatan dari luar termasuk mentalitasnya yang khas yang mengandalkan akal semata-mata atau dogmatisme yang sempit, lengkap dengan ahli kekerasannya bukan pruduk asli WATAK KEJAWEN yang berciri khas "KAMOT, AJUR-AJER dan TEPA SELIRA" ( Akomodatif, cair-flexibel dan penuh tenggang rasa
Memang ironis kalau di bumi Jawa bahkan di pusat budaya Jawa (Jogja-Solo) itu terbentuk ormas-ormas garis keras di luar kontrol undang-undang pemerintah Setiap aksi kekerasan di wilayah Kejawen dengan mengatas namakan agama dibiarkan atau ditolerir tanpa disentuh hukum hanya karena alasan massanya besar

BENTUK MASYARAKAT JAWA DAN MISI KE DEPAN
14. Di wilayah Kejawen bentuk masyarakat Jawa terkecil adalah keluarga yang merupakan anggota dari suatu masyarakat desa di mana para pemimpin keluarga harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga mereka dengan menggarap sawah, membuat rumah, membangun jalan, menjaga dan membersihkan makam leluhur, serta menjual/membeli barang kepasar dari hasil kebun dan sawah.
15. GOTONG ROYONG merupakan sistem hubungan sosial bagi masyarakat Jawa di mana sesama warga merasa berkewajiban melakukan pekerjaan bersama demi kepentingan bersama pula
16. Bentuk-bentuk organisasi di desa antara lain melakukan pertemuan untuk bermusyawarah, penataan lingkungan yang dipimpin oleh kepala pedukuhan, Perguruan kesenian untuk melestarikan budaya, Belajar olah batin yang dipimpin oleh seorang sesepuh yang dibantu oleh para asistennya. dan sesuai dengan perkembangan jaman sekarang diadakan arisan, olahraga, koperasi dll yang tidak bertentangan dengan filosofi kejawen
17.Menurut Kearifan Kdalam kebersamaannya adalah kuno Cita-cita masyarakat Jawa adalah dapat terwujudnya masyarakat yang PANJANG, PUNJUNG, PASIR WUKIR LOH JINAWI, TITI TATA TENTREM, KARTA LAN RAHARJA (Luas dan luhur, lembah sampai pegunungan subur, tertib, tertata rapi, tenteram, beradab maju dan makmur).
Catatan si penulis: jelas cita-cita semacam itu tidak sesuai dengan semangat politik parsial yang selalu menebarkan konflik.

Bagian 3
ASAL-USUL MANUSIA JAWA
18. Menurut dongengan rakyat sejak permulaan abad Masehi di P Jawa sudah ada penghuninya dan sebagai pusat kerajaannya bernama Medang kamulan. Rajanya seorang kanibal jejuluk Raja Dewatacengkar yang menurut legenda dia adalah manusia setengah dewa yang menyimpang. Oleh seorang brahmana Hindu yang bernama Sakaji atau Aji Saka raja Dewatacengkar dapat dibunuh dan atas kemauan rakyat Ajisaka dinobatkan menjadi raja Jawa. Raja brahmana ini juga yang meciptakan huruf Jawa Hanacaraka yang masih dipakai sampai sekarang oleh masyarakat Jawa.
19. Tahun Jawa disebut tahun SAKA yang dimulai tahun 78 masehi untuk mengingat kedatangan Ajisaka di P Jawa.
20. Dalam kitab Paramayoga oleh pujangga kraton Surakarta Ronggowarsito abad XVIII M. dikatakan bahwa dulu p Jawa masih kosong. Raja Hindu bernama Isaka dari kerajaan Surati diserang musuh. Dia menyuruh sang Brahmana Ajisaka membawa orang-orangnya dari India Selatan ke P Jawa untuk dihuni.
21. Menurut kitab Jangka Jayabaya diterangkan bahwa rombongan pertama orang-orang yang bermukim di P Jawa itu selang beberapa waktu punahkarena berbagai penyakit atau "bala".
22. Ajisaka membawa lagi orang-orang baru setelah P Jawa diamankan dengan memberi 7 buah tumbal yang ditanam di P Jawa dan segala macam penyakit dan pengganggu sirna. Penduduk baru dari Asia selatan hdup menghuni pulau dan menurunkan orang-orang Jawa sampai sekarang.
23. Secara turun menurun penduduk menurunkan tradisi dan ajaran (India) Hindu sebagai bentuk seni budaya dan pandangan hidup sebagaimana diajarkan oleh Sakaji (Ajisaka).
24. Versi lain diambil dari kitab TANTU PENGGELARAN dari jaman Majapahit dimana dikisahkan bahwa di P Jawa ada sejodoh manusia yang kemudian beranak pinak dan tidak disebutkan kapan mereka hidup. Mereka masih telanjang dan tidak punya kepandaian apa-apa dan para dewa turun ke P Jawa untuk memberi pelajaran kepada mereka cara membuat pakaian, tempat tinggal dan peralatan untuk hidup sehari-hari.
25. Dewa Wisnu menjadi raja pertama di Jawa dan berhasil mengembangkan peradaban penduduk di Jawa dan dia bergelar Raja Kandiawan.Dinasti ini yang nenurunkan keturunan dinasti Syailendra dan dinasti Sanjaya.
26.Menurut dongeng dari kitab tersebut para putra dewa Syiwa turun ke dunia bergantian menjadi raja-raja di P Jawa.

Bagian 4
27. Munculnya dinasti Syailendra dari aliran Budha Mahayana dan dinasti Sanjaya aliran Hindu Shiwa pada abad VII masehi menggantikan dinasti Sang Kandiawan
28. Dua Dinasti itu akhirnya juga bersatu dengan terjadinya perkawinan "Raja Pikatan (Hindu) dengan Putri Pramudawardani dengan ditandai dibangunnya candi Plaosan yang sangat indah (kira-kira lokasinya 3 km timur laut candi prambanan Parmbanan) Apalagi setelah terjadi letusan G. Merapi th 1006 yang terkenal dengan istilah "PRALAYA JAWA" yang pada waktu itu kerajaan Bumi I Medang Kamulan yang beribukota di Kunjara Kunja Desa atau "Alasing Liman" yang berarti Hutan Gajah dan sekarang disebut oleh umum dengan nama Sleman. Kejadian besar itu mengakibatkan exodus besar-besaran dari Jawa tengah ke Jawa Timur
29. Kerajaan pindah ke Jawa Timur. Karena situasi sosial dan Politik mengakibatkan beberapa kali terjadi perpindahan pusat kerajaan yang diakhiri sebyah emperium yang menyatukan seluruh Nusantara dengan nama kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan dekat kota Mojokerta.
30. Keruntuhan Majapahit th 1478 Mdiikuti timbulnya kerajaan-kerajaan baru di Jawa Tengan yang bernafaskan Islam.
31. IBUKOTA MENGALAMI BEBERAPA KALI PERPINDAHAN NAMUN PADA WAKTU ITU ASPEK BUDAYA JAWA /NUSANTARA SEJAK KEDATANGAN AJISAKA TETAP DIJUNJUNG TINGGI TERUTAMA OLEH KALANGAN KRATON YANG ARTINYA BUDAYA HINDU-BUDHA MASIH KUAT SEKALIPUN SECARA RESMI AGAMA NEGARA ADALAH ISLAM.
32. Terjadilah sinkritisme yang sangat signifikan yang dialami oleh budaya dan tradisi Jawa yaitu paham Hindu-Budha tetap dilestarikan terutama oleh para bangsawan (AGAMA AGEMING AJI yang artinya paham yang dimiliki oleh para bangsawan sebagai LAKU) yang dipadu dengan Islam dimana inti ajaran Islam yang ternyata tidak bertentangan dengan paham Hindu maupun Budha dan paham-paham lainnya yang universal. Laku semacam itu lebih umum disebut dengan istilah tasawuf (sufisme) yang sebenarnya sudah berkembang lama di Persia. Namun di Persia pengaruh Hindu maupun Budha tidak begitu kuat tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh paham Zara Trusta atau Zoroaster yaitu agama kuno yang lebih tua daripada Kristen
33. Disinilah oleh para Winasis (sarjana) menyebut paham tasawuf Jawa yang merupakan perpadua Islam dengan tradisi Hindu-Budha disebut dengan istilah AGAMA JAWA atau KEJAWEN.

KEJAWEN
bagian 5
34. Istilah KEJAWEN Selain memberi pengertian wilayan masyarakat Jawa yang berkaitan dengan daerah-daerah yang masih memegang nilai budya, tradisi, dan sejarah tetapi juga mencakup yang berhubungan dengan pola hidup spiritual yaitu kepercayaan kepada yang Maha Hidup.

ARTI NAMA JAWA
Menurut legenda nama Jawa diberikan oleh dewa Shiwa sendiri karena pulau ini banyak tumbuh jenis rerumputan yang masuk golongan padi-padian dan diberi nama JAWAWUT.
Orang Cina menyebut pulau ini JEPOTI
Para pedagang dari Hindustan menamakan JAWADWIPA
Orang Yunani menyebut dengan nama JABADIU.
Orang Persia menyebut ZABED
Bagi orang Jawa kata Jawa berarti "mengerti" - "mudheng" atau 'paham" maka sering ada kata "wis njawa" yang artinya wis ngerti/mudheng/paham yang dimaksud.

KEDUDUKAN RAJA-RAJA JAWA
35. Jaman Hindu-Budha para raja dipercaya sebagai keturunan ara dewa bahkan ada yang dipandang sebagai reinkarnasi dari dewa seperti Airlangga yang sangat bijaksana dipercaya sebagai avatara dari dewa Wisnu, Kendedes adalah avatara dari Pradnya Paramita, Ken arok adalah putera dari dewa Shiwa dll
36. Setelah berganti ke era Islam titel raja berubah menjadi Sultan namun tradisi Hindu dan Budha masih diteruskan dimana para raja dianggap keturunan dewa. Seorang Raja (Sultan) dipandang sebagai 'Gusti Allah Katon' / Bathara Katon atau Tuhan yang berwujud. Oleh sebab itu semua sabdanya tidak bisa dibantah dan dianggap sangat sakral. Dia adalah Raja Pinandita dan tradisi ini sudah lumrah bagi masyarakat Jawa yang masih menjunjung tinggi budayanya sekalipun sang raja beragama Islam.
37.Tugas Sultan bukan saja membawa kesejahteraan lahiriah bagi kawula tetapi juga membawa misi ilahi menuju "KESEMPURNAAN" hidup --- Kasampurnan dengan melindungi ilmu KASUNYATAN.
38. Maka pada jaman Islam di Jawa tergubah kitab-kitab tuntunan spiritual yang mengacu pada tradisi kuno dan ajaran esensial agama Islam terutama dalam mencapai WAHYU.
39. Secara umum ada istilah ajaran KASAMPURNAN atau jalan Kebatinan atau Mistik yang dipandang sebagai inti dari ajaran atau paham yang disebut KEJAWEN

TOKOH-TOKOH KEJAWEN SEPANJANG SEJARAH .... masih bersambung

Bagian 6
TOKOH-TOKOH KEJAWEN DALAM SEJARAH
36. Banyak tokoh yang menopang paham kehidupan mistik Jawa mulai jaman Hindu-Budha - Islam sampai jaman kemerdekaan.
1) Empu Kanwa jaman Raja Erlangga 1019 - 1042
2) Empu Tantular jaman Rj. Hayamwuruk 1350-1389
3) Syeh Lemah Abang atau SSJ jaman P. Jimbun, Demak 1478-1512
4). Sunan Kalijaga sejaman Syeh SJ
5). Sultan Agung 1625 -1645
6) Pujangga Yosodipura 1729 -1801 kraton Surakarta
7) Sunan Paku Buwono IV 1789-1820 Raja Kerajaan Surakarta
8). Pujangga Ronggo Warsito (1802 -1872) kraton Surakarta
9). KGPAA Mangkunegara IV dari kraton Mangkunegaran
10) RA Kartini (1879 - 1904
11.) Ki Hajar Dewantoro (1899 - 1950)
12.) termasuk juga Ir Soekarno Presiden I RI
dan masih banyak lagi tetapi tidak perlu disebut disini. Mereka umumnya membangun ajarannya untuk kalangan mereka sendiri. Kelompok-kelompok ini sering sekali termarginalkan karena dampak single majority. Ajarannya ada yang tertulis dan ada pula yang diajarkan secara lisan.

PRINSIP DASAR AJARAN JAWA YANG TIDAK PERNAH BERUBAH SEPANJANG MASA.
Inti pandangan hidup orang jawa sejak sebelum jaman Hindu- Budha sampai sekarang melewati era Hindu dan Budha serta Islam tidak berubah sama sekali yaitu Keyakinan bahwa JASAD (Mikro dan makro kosmos) ada yang membuat yaitu SATU KODRAT ILLAHI DENGAN KARYA YANG MURNI yaitu PENCIPTAAN SEMESTA YANG TIDAK PERNAH BERAKHIR . IA TAK BERUBAH SELAMANYAAPAPUN SEBUTAN YANG BISA DIBERIKAN MANUSIA DENGAN LIDAHNYA YANG BISA MEMBUSUK.
Dzat itu meliputi seluruh ruang KOSMOS (mikro dan makro)

Makhluk jenis apap dan dimanaun berada selalu dalam ruang lingkup (space) dan ruang waktu (tempo) yang diliputi dzatnya tanpa kecuali meski dzat itu berada dalam dimensinya sendiri dan tidak tersentuh oleh ruang dan waktu tempat materi fisik berada
Preinsip ini mengandung ajaran bahwa mustahil kalau ada manusia yang bukan meruakan ciptaannya. Jadi tak ada satupun manusia yang keluar atau MURTAD dari dzat tersebut. Paham Kejawen tidak mengajarkan adanya umat tuhan dan umat iblis.
Kepercayaan akan dzat yang melipuiti semesta itu memungkinkan suatu bangsa mempunyai agama mereka sendiri dan memungkinkan ORANG JAWA berganti-ganti agama tetapi mustahil ada orang berganti Zat kosmos yang menguasainya (tuhannya) Tidak ada penguasa lain yang menggantikan penguasa semesta alam yang meliputi seluruh kosmos. Dzatnya cuma satu sekalipun diberi nama apapun dalam persepsi teologi.
42. Prinsip kedua yang tak berubah sejak jaman dulu yang menjadi ijakan laku kebatinan Jawa ialah Keyakinan bahwa segala wujud hanyalah ILUSI belaka atau fatamorgana bagi panca indera fisik. Dzat penciptalah yang merupakan realitas tertinggi yang bisa dinamakan sang PRIMA KAUSA. (Dalam ajaran jawa lebih dikenal dengan istilah SANGKAN PARANING DUMADI sifatnya immortal atau kekal sementara lainya adalah fana selalu berubah dan tidak lepas dari hukum kerusakan termasuk manusia dan peradaban agama mereka. Menyekutukan tuhan tidak dikenal dalam filosofi jawa sebab sifat dzat yang omnipresen (menembus apa saja)

dilanjut dengan judul
MENGAPA HARUS MENCARI HUBUNGAN DENGAN DZAT?

Bagian 7
MENGAPA HARUS MENCARI HUBUNGAN DENGAN DZAT?
43 Semua atau berbagai Paham ajaran Jawa memandang bahwa hanya dengan mencapai dzatnya yang kekal abadi jiwa manusia yang beraga akan memiliki KEKUATAN murni, KEBIJAKSANAAN tertingi dan KEBAHAGIAAN hakiki,

TEKNIS PELAKSANAAN PENYADARAN AKAN DZAT YANG MAHA TINGGI
44. Bukan merupakan rahasia bahwa dalam ajaran paham Jawa manusia bisa mencapai dzat tersebut di atas hanya dengan cara ber SAMADI. Bila berhasil maka akan terjadi proses kebersatuan yang lazim disebut MANUNGGALING KAWULA LAN GUSTI.
Gambaran tentang keberhasilan tersebut di Jawa digambarkan dalam kisah BIMO SUCI yang menemukan Tirta Perwita Sari dimana dikisahkan Sang Bima harus menempuh perjalanan penuh tantangan dan godaan sebelum menemukan Sang AKU yang digambarkan sebagai dewa Bajang (Dewa Ruci) yang sangat kecil tetapi Sang Bima bisa masuk kedalam tubuh sang dewa Ruci (Masuk ke dalam alamnya yang sangat damai dan luasnya tidak mengenal batas.Inilah penggambaran laku dalam paham Jawa bertemunya pribadi manusia dengan DIRInya sendiri yaitu sang guru jati yang selalu membimbing dalam segala tindakan.
Orang Jawa sangat lekat dengan konsep Manunggaling Kawula Gusti tentunya ada motif, dasar, tujuan dan laku ini tidak ada sangkut pautnya dengan ritual beragama.

NAMA-NAMA TUHAN DALAM PANDANGAN ORANG JAWA
-Sebelum paham Hindhu -Budha datang, nenek moyang Jawa menamakan sesembahan absolutnya adalah sang Hyang Taya , Sang hyang Wenang dan ada yang menamakan Sang Hyang Wenang
Jaman Hindu ada yang menyebut Bethara Guru, atau Shiwa Mahanata,
Dalam Paham Budha Mahayana disebut Sang Adhi Budha
Dalam paham Islam diberi nama Allah.

Bagian 8
Bagi orang-orang Jawa nama-nama atau sebutan apapun bagi dzat maha tinggi itu tidak sepenting keyakinan dan pencapaian mengenal si dzat tersebut. Apa arti sebuah nama bila tidak bisa kenal? Dzat itu yang memancarkan energi HIDUP dan memberi kekuatan untuk selalu tumbuh dan berkembang kepada seluruh makhluk tanpa kecuali apapun ujudnya yang berada diseluruh jagad raya.

KEJAWEN ADALAH ILMU KETUHANAN BUKANNYA ILMU ATAU TEORI TENTANG TIDAK ADANYA TUHAN
Mengacu pada RASA KEJAWEN istilah Tuhan Yang Maha Kuasa akan lebih pas bila disebut sebagai:
a. Jawata Kang Hakarya Jagad. Artinya Tuhan adalah cahaya yang bersifat personal dengan kekuasaan tertinggiyang menciptakan segala wujudciptaan di alam raya
b.Pangeran Kang Murbeng Dumadi. Artinya dialah sang Prima Kausa dari segala wujud dan kejadian
c. Gusti Kang Gawe Urip lan Urub. Mengandung makna satu-satunya sumber kehidupan di alam semesta
d. Hyang Manon. Yang Tahu segalanya dan tidak pernah terlena dalam kesadaran dan pengetahuan
e. Hyang Suksma. Ruh Semesta Alam yang mengisi seluruh ruang dan tidak akan hancur oleh perjalanan waktu ataupun keadaan. Segala isi dan peradaban di bumi langit bisa lenyap tetapi tidak akan menimpanya.
f. Hyang Maha Suci. Dzat yang tidak cacat dan tidak pernah putus sedikitpun dalam kebajikannya.
g.Dhyan Hyang (Danyang). Sebutan bagi tuhan yang selalu bersemedi dalam menguasai alam semesta. Segala yang tercipta terpancar dari kekuatan semedinya yang tak pernah putus.
h. Gusti. merupakan sebutan atau atribut sebagai dzat satu-satunya yang hak dan wajib disembah.

Bagian 9.
THEISME KEJAWEN
46. Jalan KEJAWEN sejak jaman pra Hindu hingga jaman pujangga Islam, sampai jaman Merdeka tak lain adalah penghayatan ber-KETUHANAN MULTI DIMENTIONAL.
Disebut begitu sebab segala aspek budaya, produk seni & sastra, serta etika Jawa selalu berorientasi pada keyakinan Ketuhanan yaitu demi KEMANUNGGALAN dengan dzat yang tak terbatas.
47. Oleh karena itu jalan ini atau seluruh susunan orientasinya tak bisa disebut ATHEIS yang mengingkari adanya Dzat Tuhan pencipta Alam Semesta.
48. Bisa dipastikan bahwa jalan mistik Jawa berhadapan langsung dengan teori-teori materialisme anti-tuhan -nya Karl Marx dan Hegel.
49. Tuduhan bahwa Kejawen adalah atheis atau agnostik adalah tuduhan konyol. Pengakuan adanya Tuhan atau Sang Pencipta dalam agama Jawa (Paham Kejawen) justru merupakan fondasi dan asam garamnya agama Jawa ini.
50. Meskipun Kejawen bukan Atheis dan bukan pula agnostik tetapi sebaliknya justru serba theis dan serba gostik harus diakui bahwa ilmu Kejawen tidak sejalan dengan kepentingan para penjual seremoni agama.
51. Kejawen dan orang Jawa (yang tahu) bukan dari kelompok orang-orang ingin mencari pengikut agama sebanyak -banyaknya demi kepentingan ekonomi-politik bangsa asing Timur Tengah atau India atau dimana saja, apapun alasannya.
52. Karena ajaran Mistik Jawa tidak memfasilitasi kepentingan para jur-kam syiar agama maka Kejawen tidak luput dari tuduhan kufur, syirik dll.
catatan: Kejewen merupakan kebijaksanaan dari Timur yang tumbuh dari dan untuk manusia Jawa yang menyatu dengan air dan buminya; wujud bumi yang merupakan karunia illahi dan kerenanya disebut TANAH SUCI. Kesucian Bumi Jawa tidak diragukan dan tidak diperdebatkan bagi para penghayat Kejawen.

DIMANA TUHAN ITU?
53. Diakuo pula bahwa Tuhan dalam Kejawen bukanlah Tuhan yang duduk bermalas-malasan di atas sebuah altar atau berada di dalam rumah ibadah menunggu persembahan-dan pujian umat.
54. Tuhan menurut Kejawen juga bukan tuhan yang gila hormat, mudah marah, dan melegalkan pembentukan laskar kekerasan untuk melampiaskan kemarahannya.

Prinsip-prinsip ilmu Kejawen:
SUGIH TANPA BANDHA, NGLURUG TANPA BALA, MENANG TANPA NGASORAKE, SEKTI TANPA AJI (Kaya tanpa harta, Menyerang tanpa pasukan, Menang tanpa mengalahkan, sakti tanpa ajian)

Bagian 10.

THEISME IMAJINER TIDAK DIKENAL DALAM AJARAN KEJAWEN
1). Persepsi JAWA tetap berdasarkan KETUHANAN. Tetapi paham Kejawen adalah ATHEIS terhadap "Tuhan Imajiner" yang bersifat konseptual, misalnya tuhan ada di atas, ada di dalam rumah ibadah, memilih tempat yang istimewa sebagai pusat yang wajib dikunjungi dll.
2). Yang dimaksud 'tuhan imajiner" juga dia yang dipandang cuma mengasihi kelompok tertentu dan memandang kelompok lain dimurkai dan akan dimasukkan ke dalam sampah dan disiksa
3). Kejawen atheis terhadap "tuhan Imajiner" terhadap kelompok yang mengedepankan identitas lahir seperti jubah, batu yang dianggap suci atau dianggap sangkar nya tuhan, tasbih, doa-doa yang dianggap sakti, air yang dianggap bisa mendatangkan pahala dlsb
4). Theisme/Ketuhanan Jawa menolak "tuhan imajiner" yang mengetrapkan memberi julukan "KAFIR" dan "bukan kafir" bagi umat yang hanya karena ayat-ayatnya yang dilafalkan seseorang berbeda dengan tembang-tembang orang lain. Kenyataannya Kejawen tidak luput dari tuduhan kafir karena ajaran-ajaran yang tertulis dalam gatra-gatra (bait-bait) tembangatau wirid-wiridnya berbahasa Jawa dan bukan berbahasa asing.

55. Jalan Mistik tidak mencari pengikut, bahkan mereka yang sengaja menginginkannya harus melewati ujian keseriusan

Bagian 11
KISAH TIGA MURID YANG GAGAL DAN GURU YANG TIDAK BUTUH PENGIKUT

Adalah 4 orang sahabat yang berguru pada seorang guru spiritual dengan maksud mencari ilmu kasunyatan. Cukup lama mereka hadir di setiap pertemuan dan salah satu dari mereka akhirnya merasa bosan sebab si murid tadi menunggu yang diharapkan tetapi tidak pernah diajarkan.
"Mengapa sampai sekarang guru tidak mengajarkan apa-apa tentang kebenaran yang kita cari. Sebaliknya kita malah selalu menyuruh kita DIAM dan itu katanya adalah cara untuk menuju ke kebenaran. Guru macam apa itu? Bukankah kita ingin tahu apa yang ada di otaknya tentang kebenaran?
Murid yang mengatakan itu akhirnya pergi dan guru bertanya kepada tiga temannya: Apakah kalian juga akan pergi mengikuti dia? mulutku hanya bisu untuk mengatakan kebenaran?
Tiga murid itu menjawab sekenanya bahwa mereka tidak akan pergi dengan alasan bahwa laku bisu adalah salah satu jalan mengetahui kebenaran. Mereka bilang mau terus mengikuti sang guru.
Sejak itu sang Guru bicara tentang banyak hal, tentang pandangan hidup, tentang sosial, kerohanian, budaya masyarakat dan lain-lain tetapi tidak pernah bicara tentang kebenaran.
Akibatnya ada salah satu dari ketiganya juga merasa bosan dan berkata pada kedua temannya: Menurutku kita sudah salah memilih guru, Pendapat-pendapatnya berbeda dengan pandangan yang telah kita pelajari selama ini dari guru lain, Bahkan sangat berbeda dengan kepercayaan-kepercayaan atau keyakinan yang dipegang oleh umum. Kita bisa kehilangan iman kita dan kita akan berdosa bila mengingkari iman kita sendiri. Aku tidak mau berkhianat terhadap keyakinan dan kepercayaan yang sudah diajari oleh para orang suci."
akhirnya diapun pergi meninggalkan sang guru.
Guru: "Apakah kalian berdua juga akan emngikuti dia? Aku bukan orang tuamu, bukan guru-guru spiritualmua yang pernah mengajarimua tentang ilmu kerohanian"
Mereka menjawab tetap akan mengikuti dan menunggu dengansabar sampai mereka menemukan apa yang diinginkan. Banyak kitab sudah mereka pelajari dan banyak guru sudah mereka bermursid namaun mereka bilang belum ada satupun yang mampu memberikan apa yang mereka berdua inginkan.

Bagian 12.
Sambungan kisah 4 murid dan satu guru
Sang guru yang bijak sebenarnya sudah tahu antara dua murid itu yang memahami ajarannya sebab guru bisa mengetahui dari laku yang dipraktekkan keduanya.
Cara penangkapan dalam mengulas ajaran yang pernah diterima dari guru-guru sebelumnya dengan jang dia berikan juga merupakan pertanda akan keseriusan medua muridnya. Sang guru tahu bahwa hanya satu saja yang bisa menerima ajarannya maka dia membuat rencana untuk menguji tekad mereka berdua.
Diam-diam si Guru menyuruh sahabat dan orang-orangnya untuk menyebarkan berita bahwa sang guru itu sebenarnya banyalah pembohong besar sebab tidak tahu sama sekali tentang ilmu kasunyatan.
Satu dari mereka mulai terpengaruh dan berkata: "Aku sudah mengira sebelumnya kalau dia itu cuma penipu sebab sudah sekian lama kita tidak pernah mendapat kemajuan. Apalagi dia bukan keturunan dari orang bijak, bukan orang kaya, bukan dari kalangan kerabat yang punya derajat, lebih baik aku pergi saja."
Murid ke 4 ditanya: "mengapa kamu tidak ikut pergi? Kamu tahu kan aku ini seorang pembohong besar."
Murid 4 menjawab: "Aku tetap akan bersama guru, dan dengan pelajaran yang aku terima dari guru aku mendapat kemajuan yang sangat pesat untuk mengetahui ilmu kasunyatan"
Guru:" Bagaimana bisa? Aku cuma memberi kamu pelajaran DIAM. Bagaimana mungkin dengan diam kamu mendapat kemajuan?"
Murid: "Saya bisa merasakan bahwa guru tahu itu sebab dalam DIAM saya dan Guru adalah satu dan di situ saya mulai tahu apa itu kasunyatan"
Guru: " Coba terangkan lebih jelas lagi ! aku dan Kamu bukannya satu. kita ini berbeda".
Murid:" Ilmu DIAM yang telah aku pelajari dari guru justru membuat aku mengenal segalanya yang tidak terbatas dan membuat lenyapnya ruang dan waktu, maka bila kita Diam aku sudah tidak bisa membedakan antara aku dan apa saja yang berujud maupun yang tidak berujud di alam raya ini"
Guru: " Bagaimana kamu bisa tahu kalau yang kamu lakukan itu benar?"
Murid: " temanku terakhir pergi sebab mengikuti kata orang, sedang aku tetap pada pendirianku sebab aku adalah aku dan aku tahu bukan dari orang lain tetapi dari aku sendiri. Aku mengenal guru bukan dari ucapan tetapi aku mengenal ajaran guru karena melakukan DIAM".
Guru: "Kamu adalah muridku yang paling menjijikkan, oleh karena itu pergilah dari hadapankau!"
Murid: kenapa Guru? Apa salahku?"
Guru: "Karena kamu tidak salah maka kamu saya usir"
Murid: " Apa aku tidak boleh tingal bersama guru?"
Guru: "Sudah tidak ada gunanya kita tinggal bersama. Kamu tahu itu bahwa kamu dan aku adalah satu sebab tidak ada jarak dan wktu memisahkan kita. Kamu sudah LULUS, Aku tidak butuh murid seperti kamu lagi. Kamu sudah menguasai ilmu diam dan ilmu harus diamalkan"
Maka terjadilah perpisahan yang dilambangkan dalam jarak tetapi guru dan murid itu tidak pernah berpisah lagi
kisahnya selesai

Bagian 13

56. Bagi para pelaku mistik kebenaran bukanlah diukur kemampuan menghafal dan bagusnya melafal ayat-ayat serta disiplin dalam menjalankan ritual. tetapi kemampuan untuk mencapai tujuan.
Jika kebenaran itu cukup diukur dari kemampuan menghafal ayat dan melakukan seremoni ritual, Iblis-iblispun mampu melakukannya dengan lebih baik.

KEJAWEN ADALAH JALAN S A M A D I BUKAN SEREMONIAL
Bukan berarti anti seremoni tetapi melakukan gerak atau upacara harus mengangkat si pelaku mampu masuk pada penyadaran akan hakekat spiritualitas sebagai realitas tertinggibukannya kehebohan atau keakbaran seremonial itu.
57. Siswa atau praktisi yang serius dan disiplin akan mencapai tujuannya. Yang setengah-setengah akan kandas di jalan. Keraguan berarti kegagalan. Melecehkan kasunyatan samadi berarti "BUNUH DIRI"
58. Para penghayat KEJAWEN tidak dianjurkan (tetapi tidak ada larangan) dalam mencapai Dzat Tuhan melakukannya di dalam sebuah kuil, candi, atau tempat ibadah lainnya yang terbuat dari batu dan emas sekalipun.
59. Penghayat dilatih untuk mampu melakukan getaran jiwa dan kalbu dalam kemandirian pribadi sehingga raga sendiri bisa menjadi kuil, atau candi atau tempat peribadatan bagi sang - dzat yang dicapai/dituju. Pencarian atau pencapaian arahnya adalah ke DALAM bukannya KELUAR. Oleh karena itu sebuah rumah yang bagus penuh dekorasi indah tidaklah lebih dari nilai semak belukar yang sunyi atau gua dan rimba yang seram. Raga sendirilah adalah bait suci dimana dzat itu bertahta selama raga masih ada.
Rasa Sejati selalu dijaga untuk tetap mengarah kepada tuhan sehingga terjadi pencapaian lewat getaran tang sama dengan sang Dzat Sejati untuk menyatu/manunggal. Rasa Sejati itu hanya bisa dibangunkan lewat SAMADI YANG BENAR.
60. Kejawen tidak pernah melembaga dan tidak merupakan bagian struktur dari agama maka Ketuhanan Kejawen yang lahir dari berbagai bentuk bengkitnya spiritual di masyarakat Jawa seiring dengan peradaban sejarah Jawa maka lebih umum dinamakan "KETUHANAN MURNI"
61.Istilah MURNI menunjuk pada hal yang khusus berhubungan dengan jiwa manusia dan Penciptanya saja. Murni juga berarti bersih dari muatan kepentingan politik parsial meskipun asesori-nya yang kasat mata nampak seperti berasal dari agama-agama yang ada atau pernah ada di Jawa.

Bagian 14

TINGKATAN-TINGKATAN PENGHAYATAN KETUHANAN ALA KEJAWEN

62. Seorang yang telah sempurna dalam jalan mistik Jawa disebut seorang MUNI atau RESHI atau BEGAWAN. sebutan ini bisa kita simak pada suluk-suluk pedalangan. Semuanya hanya istilah teknis sebab kata-kata itu berasal dari bahasa sanskerta tetapi sudah kaprah di dunia Kejawen. Ini bukan berarti Kejawen itu identik dengan agama orang Keling tetapi hanya sekedar pinjam istilah untuk memudahkan yang dimaksudkan.
Dibawah tingkat Reshi ada tingkat-tingkat spiritual (sesuai pencapaiannya dalam laku) dan secara teknis dikenal dalam bahasa jawa sbb:
a. Pandhita (Total berbakti kepada Tuhan)
b. Wasi (pandangan etheris)
c. Ajar (Mampu memberi wejangan mewakili guru)
d. Putut (lk) / Endang (pr) sudah diinisiasi sebagai anak begawan)
e. Jajanggan (Kemampuan mencerna kebijaksanaan guru)
f. Manguyu. (Kemampuan merefleksi secara verbal)
g. Cantrik (telah berikrar dalam pensucian diri)
h. Indung-indung (pendengar setia)
i. Cekel (mempunyai tugas tertentu)
j. Kulu Guntung (calon/magang siswa)

Perlu dipahami bahwa untuk masing-masing tingkat ditandai dengan pengeluaran sertifikat dari kertas. Tingkatan itu cukup diketahui lewat intensitas dan kapasitas bersamadi.

63.Seorang guru yang jenjang spiritualnya sudah tinggi adalah seorang yang waskita (ngerti sakdurunge winarah) tahu apa yang ada di pikiran orang lain dan oleh sebab itu dia akan tahu sampai dimana tingkat spiritual murid-muridnya dalam menghayati Ketuhanan yang diajarkan.
Ilmu Ketuhanan Kejawen tidak identik dengan hierarki sebuah agama dimana terdapat struktur kelembagaan yang serba kasat mata.
64. Semakin tinggi tingkat spiritual seorang siswa bisa dikenali lewat "alam jiwa"nya serta perkembangan kemampuan-kemampuan atau kwalitas mental, moral serta emosionalnya :
- Ketenangan batin dalam kesederhanaan yang merupakan pertanda bisa mencapai calon/tingkat reshi.
- Terakumulasinya energi fisik dan mental
- kemampuan mengontrol kesadaran dan energi-energi mental serta terlatih berkontemplasi (pasrah dalam kesadaran penuh dan bukan konsentrasi yang berarti aktif)
- Kemampuan dalam menjaga harmoni dengan alam dan lingkungannya.
- Kemampuan dalam mengembangkan Kepekaan supra natural termasuk kepekaan akan fenomena alam seperti akan terjadinya bahaya, (bukan bisikan dari luar yang sering tidak tepat tetapi mampu membaca bahasa alam lewat suara Aku-nya)
- mengetahui apa yang ada dalam batin orang lain
- Kemampuan memelihara kesehatan jasmaninya sendiri dan mampu mendeteksi penyebab-penyebab atau akan datangnya penyakit
- kemampuan mentransfer energi mental termasuk untuk pengobatan jarak jauh
- Kontrol atas unsur-unsur alam
Pencerahan sempurna dalam kemampuan menerima pesan KOSMOS

Pada MANUSIA JAWA yang telan NJAWA BENAR yaitu mencapai tingkatan spiritual ke sepuluh maka watak-watak Jawanya akan merefleksi pada dirinya sbb:
-PRIBADI YANG TEGUH
-INTUITIF
-ARIF
-AKASAWAKYA (pendengaran gaib)
-AKASASABDHA (Idu geni apa yang dikatakan terjadi)
-WASKITHA (penglihatan tembus dan terang melewati SAPTA LOKA / alam tujuh lapis.

bagian 15

POLA KEHIDUPAN KEJAWEN

65. Kejawen meliputi seluruh aspek lahiriah budaya Jawa sejak jaman PRA HINDU hingga sekarang. Seni budaya Jawa tercermin dalam adat-istiadat, tatacara, tata berbahasa, sastra dan penggunaan simbol=simbol dalam upacara, Penggunaan Wayang sebagai media renungan falsafah ketuhanan dll
66.Dalam Penggunaan Wayang sebagai alat Peraga atau alat sosialisasi budaya dan pemikiran Jawa sering dikatakan bahwa budaya Jawa adalah Budaya Wayang
67. Bukan hanya WAYANG yang menjadi tancapan kaidah-kaidah falsafah Jawa tetapi semua aspek budaya lahiriah lain termasuk arsitektur rumah, upacara adat, tarian, gamelan, busana jawa termasuk asesorinya seperti keris, sesaji, perhitungan angka hari dan tanggal, Huruf HANACARAKA, tembang-tembang dan planologo nagari termasuk tata ruang kraton dan posisi terhadap alam. Semuanya itu mengandung tema-tea filsafat menuju tuntunan MANUNGGAL DENGAN DZAT yang nantinya bermuara pada MEMAYU HAYUNING BAWANA (memperindah dunia lahir dan batin).
68. Persepsi yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuanhidup Kejawen adalah FILSAFAT METAFISIKA 7 ANTROPO-FORMOLOGI.
69. Tata laku yang selaras dengantujuan adalah ETIKA JAWA secara horisontal dan vertikal
70. Ibadat lahiriah atau kebaktian yang kasat mata ialah dengan berpantang, berjaga,dan pelayanan kepada masyarakat (topo ngrame)
71. Kebaktian batin dengan SAMADI.
72.Pengembangan potensi untuk melayani masyarakat adalah dengan mengembangkan kekuatan supra natural ketabibab/pengobatan, menangkal bahaya lahir dan batin. dll.
73.Pengembangan Pengetahuan sejati yaitu dengan melakukan perjalanan spiritual (bukan jiarah baik di dalam maupun keluar negri) baik secara horisontal maupun vertikal secara samadi.

RENUNGAN FILSAFAT
74. Tak terhitung banyaknya tokoh yang telah menggali dan menggarap huruf Jawa HANACARAKA sebagai acuan atau sebagai pembakuan prinsip-prinsip Kejawen.
75. Dari Sekian Banyak pengertian dan kupasan huruf HANACARAKA ada yang menarik untuk dijadikan prinsip utama yaitu yang mengandung kupasan tentang HAKEKAT SUKSMA LANGGENG pada diri manusia.
76. Pada pandangan KEJAWEN manusia pada hakekatnya adalah manifestasi kekuasaan DZAT Tertinggi yang Maujud (mewadag).
77. Pengenalan pada "Diri Terdalam" dalam manusia adalah kebijaksanaan tertinggi, maka pengingkaran terhadap "Sukna Sejati" dalam diri manusia adalah inti dari semua jenis kegelapan hati, kegelapan pengetahuan, kegelapan lahir dan batin

Bagian ke 16.
Dhandhang Gula dari serat Darmogandul tentang arti Aksara Jawa :
HA Hananing Hyang, Dhat kang Mahanani - adanya Hyang, yaitu Dzat yang membuat ada semuanya
NA - Nadyan Nyata nora kasat netra
- Meski ada tetapi tidak tampak
CA - Cara siji mrih cethane
-hanya satu cara untuk menjelaskan
Ra - Rasakna Jroning Kalbu
- Rasakan dalam hati (maksudnya jantung =heart bukan liver)
KA - Kedute sing kanthi semedi
- Detaknya saat samadi
DA - Dat Allah dadi arah
- Dzat Allah yang menjadi target
TA - Tumanjem Satuhu
- terfokus ke situ (arah jantung)
SA - Saben pikir angrubeda
- Pikiranlah yang tak hentinya mengganggu
WA- Wateken donga manunggal mring Hyang Widi
- Ucapkan doa untuk bersatu dengan Hyang Widi
LA - Lancarna Nganti Purna
- lakukan terus-menerus sampai tercapai
PA - Panunggale cipta rasa arsi
- bersatunya cipta rasa dan karsa
Dha - Dhasar wulang wuruk tanah Jawa
- Pedoman ajaran Jawa
Ja - Jawane miwah nyatane
- Pemahaman dan kenyataannya,
Ya - Yaiku sembah Kalbu
- yaitu ibadah hati
NYA - Nyawiji ing sukma sejati
- menyatukan diri dengan pamomong (suksma sejati)
MA - Meneping Kabeh Daya
- mengendapnya seluruh kekuatan
GA - Gleg Krasa satuhu
- Di jantung terasa ada detak berat "Gleg"
BA - Babare byar ngeksi cahya
- dilanjut tampak cahaya "byar"
THA - Thukul kadya thathit kumelap ing arsi
- Bak cahaya kilat berada dihadapan
NGA - Ngarsaning Tyas Tumenga
- berada dihadapan hati (jantung)

Bagian ke 17

GELAR RAJA ADALAH GELAR SPIRITUAL DAN SECARA IMPLISIT MERUPAKAN TUJUAN MISTIK JAWA.

 78. Kosmologi Jawa pada dasarnya adalah suatu pembahasan tentang keberdaan alam semesta, manusia dan tuhan. Keriga unsur itu menjadi dasar pembangunan Kraton Kasultanan Yogyakarta yang dikawinkan dengan keadaan alam dan lingkungan . Susunan Kraton dengan masing-masing bentuk bangunannya mereflekdikan simbol-simbol tentang ketiga unsur tersebut.
 79. Manusia menurut orang Jawa adalah mikrokosmos yang merupakan satu kesatuan dengan makrokosmos
 80. Manusia diajari dan dididik untuk SADAR akan kesatuannya dengan alam sehingga alam akan bersatu dengan manusia.
 81.Pencapaian akan tingkatan spiritual ini memerlukan pengalaman (empiris) rohani dimana manusia harus sadar akan keberadaannya sebagai ciptaan tuhan. Manusia harus memiliki rasa Tuhan yang selalu dihayati dan dijalankan setiap saat. Rasa-Tuhan itu akhirnya akan menelorkan hubungan manusia - Tuhan dan diistilahkan "CEDHAK TANPA SENGGOLAN, ADOH TANPA WANGENAN" (dekat tidak bersentuhan, jauh tanpa batasan. atau lebih dikenal dengan istilah MANUNGGALING KAWULA GUSTI.
 82. Itulah gambaran Manusia-Tuhan menurut orang Jawa manusia yang mampu memahami kekuasaan ilmu ketuhanan tanpa batas bagai samudra luas.
 83. Berikut ini adalah gambaran manusia tuhan dalam kemampuannya setelah mencapai MANUNGGAL
 Bumi, geni, banyu miwah angin
 Pan srengenge lintang lan rembulan
 Iku kabeh aneng kene
 Sagara jurang Gunung
 Padhang peteng padha sumandhing
 Adoh kalawan cerak
 Wus aneng sireku
 Mulane ana wong ngucap
 Sapa bisa manungsa anjaring angin
 Jaba jalma waskitha
 (Bumi, api air dan angin. matahari, bintang dan bulan, Itu semua ada disini. Laut lembah dan gunung, terang dan gelap ada disamping, jauh dan dekat sudah ada dalam dirimu. Karena itu ada orang berkata: Siapa yang mampu menjaring angin kecuali manusia waskita

Bagian ke 18

84.Sebagaimana gelar raja Jogja HAMENGKU BUWANA adalah gelar spiritual yang secara explisit diatributkan untuk seorang raja tetapi secara implisit adalah gelar bagi siapapun yang sudah mampu menjadi raja yaitu mampu Mengkoni (menjadi frame) kedua macam jagad :Buwono alit dan Buwono ageng
85. Orang itu mampu menguasai dirinya sekaligus mampu menggapai pemahaman ilmu Semesta sebagaimana dihgambarkandalam tembang
86. Kesempurnaan itu diraih jika tumbuh berkembangsifat jiwa yang merupakan gambaran dari sifat-sifat Tuhan Sendiria. kesempurnaan dalam kasih sayang pada semua makhluk tanpa membeda-bedakan syariat agama, suku, budaya,bahas,tingkatan sosial dan bahkan terhadap binatang sekalipunb.Kesempurnaan dalampenguasaan diri melalui YOGA_BRATA dan atas peristiwa-peristiwa disekelilingnya.c.Kesempurnaan dalam pengetahuan (WIDyA)Watak tritunggal tersebut harus menjelma dalam diriseorang yang bergelar HAMENGKU BUWONO. Ini suatu sebutan implisit bagi manusia Jawa yang sudah nJowo yang sebenarnya

KONSEP SUMBU IMAJINER LAUT KIDUL - KRATON - MERAPI

87 Garis lurus imajiner antara Laut Selatan sampai G. Merapi . dengan melalui bangunan-bangunan kraton merupakan suatu cara orang Jawa memaparkan apa yang disebut evolusi spiritual manusia (bukan evolusi fisik Charles Darwin) dari sejak di Kandungan ibu hingga pencapaian kesempurnaan.

 Bagian 19

88. Komplek kraton Jogja terdiri dari berbagai gedung dan lau-outnya merupakan gambaran Manusia secara mikrokosmos.
89. Laut selatan dan Gunung Merapi adalah yepian Mikrokosmos yang melingkupi Makrokosmos.
90. Pada hati-hri tertentu yang ada kaitannya dengan raja diadakan labuhan-labuhan(persembahan) yang mengingatkan manusia pada ikatannya dengan lautan kehidupan atau gambaran DZAT yang tak terbatas sebagai asal-usul manusia. Dalam falsafah jawa digambarkan dalam cerita Bima yang mampu bertenu dengan Dewanya dan Lautan adalah sekedar kiasan.
91. Hubungan Raja Jawa dengan Laut Selatan ini secara simbolis digambarkan sebagai pasutri dimana Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan) selalu menjadi pengantin wanita bagi Raja. Gelar PAKU BUWONO dan HAMENGKU NUWONO adalah manusia sntral yang menjadi pusat semesta dengan ungkapan KEBLAT PAPAT LIMO PANCER (rmpat arah mataangin dengan pusatnya yang ada ditengah.
92.Digambarkan segala riuh rendah dan dinamika kehidupan selalu berpusat pada diri manusia sentral itu. Demikian arti simbolis dari perkawinan raja Jawa dengan Ratu Kidul yang dipersonifikasikan sebagai seoang yang sangat cantik.
93. Manusia yang dicerahi Nur Illahi diharapkan mampu berjalan lurus mulai dari awal kehidupan yang dilambangkam sebagai panggung Krapayak sampai tugu "GOLONG GILIG" sebagai lambang MANUNGGAL. Akhir perjalanan itu spiritual adalah kesentausaan abadi yang dilambangkan dengan Gn. Merapi
94. Masyarakat Jogjakarta memandang G. Merapi adalah Gunung keramat atau surga pangrantunan yaitu surga sementara dimna para roh menantikan saatnya untuk masuk ke alam yang lebih tinggi.
95.mbah Marijan juru kunci Merapi menjuluki Eyang Merapi. Eyang atau Hyang adalah sebutan utuk seorang dewa sebagai rasa hormat dan bakti. Baginya semua sebutan yang menganggap gunung ini sebagi materi yang berbahaya tidak bisa diterima. Bagi mbah Marijan penduduk desa Kinahrejo yang berjarak 3,5 km dari puncak Merapi percaya Merapi tidak akan membuat kesengsaraan selain karena ketidak mampuan si manusia mampu mengetahui.
96.Bagi mbah Marijan mengenal Merapi dengan bersamadi untuk mengetahui kemauan Eyang Merapi tetapi tidak berarti mengingkari kodrat alam dan mengungsi bukan berarti tidak disetujui oleh mbah Marijan tetapi sebaliknya mbah Marijan sangat mendukung sebab itu adalah perspektif lahiriah yang merupakan perbedaan spiritual dan lahiriah. Ketika terjadi letusan G.Merapi seluruh anggota keluarga mbah Marijan selamat sebab mbah Marijan menyuruh Isteri anak-nak dan cucu-cucunya segera mengungsi dan mungkin sudah tekadnya untuk bersatu dengan eyang Merapi.


 Bagian 20

97. Di antara bangunan-bangunan Kraton yang secara simbolis menggambarkan kodrat manusia sebagai mikrokosmos secara esoteris adalah bangsal Manguntur Tangkil. Bangsal ini berada di dalam bangunan SITI HINGGIL yaitu tempat Raja duduk siniwaka (duduk saat ada pertemuan agung)
Siti Hinggil adalah Tanah Yang ditinggikan. Hal ini mengandung arti KENAIKAN JIWA bersama Suksma Langgeng menuju Dzar Yang Maha Tinggi.
Pandangan raja hanya harus ditujukan ke satu titik yaitu TUGU GOLONG GILIG yang menggambarkan manunggal antara hamba dan Tuhannya.
Bangsal Kecil di dalam Siti Hinggilyang disebut Bangsal Manguntur Tangkil melambangkan adanya suksma langgeng di dalam kodrat manusia yang tak lain adalah percikan dzat yang maha besar di atas kodrat manusia tetapi berada di dalam diri manusia yaitu immanent.
Kata manangkil berarti merngaji sedalam-dalamnya kesadaran masuk ke dalam diri (KEDIRI)
Saat raja bersamadi di bangsal itu gamelan monggang ditabuh pelan berirama seiring dengan nafas orang bersamadi. Irama musik ini benar-benar diciptakan untuk mengiringi orang melakukan samadi bukan untuk memacu gerakan fisik seperti halnya untuk mengiringi tarian tetapi meningkatkan getaran jiwa menuju kesadaran terbentuknya kemanunggalan antara Suksa Langgeng untuk melebur bersatu dengan dzat yang tak terbatas.
98. Jadi bangunan-bangunan di Kraton itu semua mengandung makna bukan hanya sekedar memenuhi selera estetika melainkan lebih menekankan pada bobot pemaknaan (simbolis) atas kenyataan esoteris kodrat manusia lahir dan batin. Kraton juga sebagai KITAB SUCI lahiriah bagi orang Jawauntuk dibaca dengan mengikuti halaman per halaman yang tidak berupa kertas dan ayat-ayat. Ha ini tidak lepas dari kemampuan lokal para pembangun Kraton (HAMENGKU BUWONO I dan ki Juru Mertani) yang telah WIKAN akan SANGKAN PARANING DUMADI (Mengetahui asal usul dan tujuan akhir kehidupan.